SOKOGURU - Awal Puasa Ramadhan 1446 Hijriah/2025 Masehi menjadi pertanyaan yang banyak ditunggu oleh masyarakat. Organisasi Muhammadiyah telah lebih dahulu mengumumkan bahwa awal Ramadan tahun 2025 jatuh pada 1 Maret.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) baru akan menetapkan keputusan resminya melalui sidang isbat.
Sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan 1446 H akan dilaksanakan di Auditorium H.M. Rasjidi, Kementerian Agama, Jakarta Pusat, pada Jumat, 28 Februari 2025.
Acara ini melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat Islam, MUI, BMKG, para ahli falak, serta perwakilan dari DPR dan Mahkamah Agung.
Keputusan ini sangat dinantikan oleh umat Islam, terutama pelaku UMKM dan bisnis kuliner Ramadan yang perlu mempersiapkan strategi dagang menjelang puasa.
Menurut Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, sidang isbat akan mempertimbangkan hasil hisab dan rukyatul hilal.
Berdasarkan perhitungan astronomi, ijtimak awal Ramadan akan terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025, sekitar pukul 07.44 WIB.
Pada hari tersebut, posisi hilal di Indonesia diperkirakan berada di atas ufuk dengan ketinggian antara 3° 5,91’ hingga 4° 40,96’ serta sudut elongasi 4° 47,03’ hingga 6° 24,14’.
Dengan data tersebut, kemungkinan hilal dapat terlihat sangat besar. Namun, keputusan final tetap bergantung pada hasil sidang isbat yang akan diumumkan oleh Menteri Agama.
Penetapan awal puasa ini bukan hanya penting bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi, khususnya UMKM dan bisnis kuliner Ramadan yang menggantungkan pendapatan dari momen puasa dan buka bersama.
Sidang isbat sendiri memiliki beberapa tahapan penting, di antaranya pemaparan data astronomi terkait posisi hilal, verifikasi hasil rukyatul hilal dari berbagai lokasi pemantauan di Indonesia, serta musyawarah dan pengambilan keputusan.
Semua tahapan ini bertujuan memastikan bahwa penetapan awal Ramadan dilakukan secara akurat dan dapat diterima oleh masyarakat luas.
Sejarah sidang isbat di Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 1950-an atau bahkan sejak 1962. Keputusan yang dihasilkan dalam sidang ini menjadi acuan utama bagi umat Islam dalam memulai ibadah puasa.
Pada tahun 2004, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menegaskan bahwa penentuan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan melalui metode hisab dan rukyah oleh Menteri Agama, sehingga memiliki dasar hukum yang kuat.
Sidang isbat menjadi penting karena Indonesia bukan negara agama, tetapi juga tidak sepenuhnya sekuler. Oleh karena itu, negara harus hadir dalam memberikan kepastian bagi umat Islam tanpa mengesampingkan keberagaman metode penentuan awal bulan Hijriah dari berbagai ormas Islam. Hal ini penting untuk menjaga kebersamaan dan menghindari perbedaan yang dapat memicu perpecahan.
Tidak hanya di Indonesia, sidang isbat juga dilakukan di berbagai negara Muslim, meskipun dengan mekanisme yang berbeda. Beberapa negara Arab mengandalkan laporan rukyat dari lembaga resmi atau individu yang diakui oleh pemerintah. Di Indonesia, sidang isbat melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam sebuah forum musyawarah, sehingga keputusan yang diambil mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan kebersamaan.
Bagi pelaku usaha, terutama di sektor bisnis kuliner Ramadan, kepastian tanggal awal puasa sangat penting dalam merencanakan strategi penjualan.
Produk makanan khas Ramadan seperti takjil, hidangan sahur, dan berbagai menu berbuka puasa mengalami lonjakan permintaan selama bulan suci ini. Oleh karena itu, hasil sidang isbat akan membantu para pengusaha menyiapkan stok dan strategi pemasaran yang tepat waktu.
Pada akhirnya, sidang isbat bukan sekadar penentuan awal puasa, tetapi juga momentum yang memperkuat toleransi dan kebersamaan di tengah perbedaan metode perhitungan.
Keputusan ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi seluruh umat Islam Indonesia, termasuk pelaku UMKM dan bisnis kuliner Ramadan, agar dapat merancang aktivitas ibadah dan ekonomi dengan lebih baik. (*)